Rabu, 23 Maret 2016

Sejarah Perbedaan Gender

Denery95.

     Pada mulanya manusia menggunakan teknik berburu untuk bertahan hidup. Namun dengan semakin menurunnya jumlah perburuan dan semakin meningkatnya jumlah populasi maka manusia mencari cara lain untuk bertahan, yaitu dengan bercocok tanam yang pertama kali ditemukan oleh kaum perempuan. Mereka menggunakan keterampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan. Dengan ditemukannya teknik pertanian tersebut menyebabkan adanya dua tatanan produksi yaitu pertanian dan peternakan. Pertanian dipegang oleh perempuan dan peternakan dipegang oleh laki-laki.

      Seiring perkembangan teknologi, termasuk teknologi pertanian yang semakin maju ternyata malah membuat aktivitas produksi di sector pertanian semakin tertutup untuk perempuan, salah satu contohnya adalah penemuan bajak/luku yang telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi karena bajak merupakan alat berat yang tidak mungkin dikendalikan perempuan. Akibatnya kaum laki-laki menggenggam monopoli atas dua tata produksi utama dalam masyarakat. Pada titik inilah peran perempuan dalam perekonomian maupun dalam masyarakat mengalami penurunan dan patriarki pun mulai berkembang dengan subur. Perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun menjadi terrgeser ke pekerjaan-pekerjaan domestic (rumah tangga). Tersingkirnya kaum perempuan dalam kancah ekonomi membuat mereka tersingkir pula dari kancah social dan politik. Dan inilah asal muasal terjadinya penindasan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Pengertian Gender
       Konsep terpenting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan konsep gender. Konsep seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan dan tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempua. Misalnya laki-laki memiliki penis, memproduksi sperma, dan menghamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, memiliki vagina, mengandung, melahirkan, menyusui serta menopause. Sedangkan konsep gender yaitu suatu peran yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan, dimana peran tersebut baik secara social maupun cultural telah dikontruksi dan dibentuk masyarakat tertentu pada waktu tertentu pula. Misalnya perempuan itu cantik, lembut, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap rasional dan tangguh. Dan peran ini dapat dipertukatkan antara laki-laki dan perempuan.

Bagaimana pula bentuk hubungan gender dan seks (jenis kelamin) itu sendiri???
     Hubungannya adalah sebagai huhungan social antara laki-laki dan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah saling merugikan. Dan hubungan tersebut mengakibatkan munculnya perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu antara masyarakat satu dengan yang lainnya pun berbeda, ini adalah akibat perbedaan suku, agama, dan status social maupun norma dan tradisi yang dianut. Perbedaan gender yang ada di masyarakat dapat merugikan satu jenis kelamin tertentu, karena gender melahirkan bentuk-bentuk diskriminasi, seperti :

 Feminisme liberal
     Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

1. Marginalisasi (peminggiran)
    Peminggiran sering terjadi dalam bidang ekonomi misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja, ataupun posisi dan status dari pekerjaan yang didapatnya. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapat uang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh Negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, maupun asumsi ilmu pengetahuan.

2. Subordinasi (penomor duaan)
    Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama disbanding jenis kelamin lainnya. Anggapan bahwa perempuan itu lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dsb, mengakibatkan perempuan menjadi nomor dua.

3. Stereotype (pencitraan/pelabelan)
    Stereotype yang sering diterima perempuan sehingga selalu melahirkan ketidak adilan. Salah satu stereotype yang berkembang berdasarkan pengertian gender yakni terjadi terhadap satu jenis kelamin (perempuan). Misalnya perempuan yang larut mala adalah bukan perempuan yang baik-baik dan berbagai sebutan buruk lainnya.

4. Violence (kekerasan)
    Serangan fisik dan psikis perempuan adalah pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi, maupun stereotype diatas, pemerkosaan, pelecehan seksual dan perampokan.

5. Beban kerja berlebihan (beban ganda)
     Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Misalnya seorang perempuan lain melayani suami (seks) juga harus menjaga dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Kadang ia juga ikut mancari nafkah, diaman hal tersebut idajk berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.

Kesetaraan Gender dan Aliran Feminisme
   Dalam diskursus social kontemporer kita dihadapkan pada agenda besar dalam usaha mengatasu ketimpangan social, deskriminasi yang terjadi dala, realitas kemanusiaan, termasuk didalamnya kepada sosok perempuan yang tidak jarang menjadi korban dari system social yang telah dikembangkan oleh budaya patriarki. Sebagai reaksi terhadap hegemoni ini maka munculah berbagai gerakan-gerakan gender. Feminism merupakan bagian dari emansipasi, demokrasi dan dehumanisasi kebudayaan dan peradaban untuk membongkar terhadap struktur budaya ketidakadilan, deskriminasi, kekerasan dan penindasan terhadap perempuan.
       Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.

     Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”. Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

b. Feminisme radikal
         Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
      Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
     Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.

        Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja. Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
       Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendakmengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan. Perjuangan pembebasan perempuan adalah bagian kerja dari pembebasan perempuan, laki-laki dan rakyat dari akar ketertindasan dari system kapitalisme global.

Oleh : Adhie
Disampaikan pada diskusi wacana dasar 10 Maret 2013 di sekre SEKBER basis UMY 
Kader aktif SEKBER Komite









Share:

0 Comment:

Posting Komentar

Monggo, Jika Anda Ingin Komentar, Tapi Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan.
Monggo, Jika Anda Ingin Kritik, Tapi Tolong Kritik Yang Membangun.

Total Pageviews

Theme Support